Puisi by: arif tirtana
Foto by: adji kembara
Jangan bersikap tawadhu dan rendah hati
‘bila kerendahhatianmu jadi alasan
untuk mundur dari kompetisi
Jangan pernah ingin mengalah
bila hanya kamuflase untuk bersembunyi
dari kelemahan jiwamu
Bumi ini gelora api yang berkobar
dan debu yang berserak
mendekatlah pada api spirit
nyalakan hati yang lemah
Penuhilah kalbumu dengan kemarahan
marah karena malas
marah karena tak pernah dewasa
marah karena lemah hati
marah karena tidak marah
melihat kemajuan
sedang kita selalu dalam kemunduran
Menjauhlah dari debu yang berserak
krena debu tak pernah ciptakan sejarah
karena debu adalah sampah
yang selalu diinjak-injak waktu
Tawadhulah di saat kemenangan
karena saat itu
kau bagai sedang berdiri
di antara gunung dan ngarai
terus naik ke puncak berikutnya
atau meluncur ke ngarai yang terjal
Menangislah di saat kalah
karena air matamu akan jadi saksi
bahwa dirimu tak menghendaki kekalahan itu
bahwa dirimu tak ingin jadi serpihan arang
bahwa dirimu juga memimpikan gelora api kemenangan
bahwa dirimu ingin sekali ‘bertobat’
bertobat untuk tidak lagi berkubang
dalam lumpur kemalasan
dalam genangan perilaku tiada guna
dalam lilitan kelemahan jiwa
Pemuda itu cahaya
dan api yang menyala
yang dapat menerangi kegelapan
asa dan harapan
Pemuda itu pelopor
pembawa obor masa depan
penggerak nurani tua yang gersang
Pemuda itu Enerjik
dinamis
gelisah
selalu bergeliat
tak sabar akan waktu yang lambat
marah pada kondisi stagnan
yang tak berubah
karena perubahan bukti harapan
karena kemajuan tanda kedinamisan
karena kediaman adalah kematian
walau jasad bergerak
walau jantung berdegup
tapi jiwamu mati
dan liang kuburmu
adalah dirimu sendiri.
‘bila kerendahhatianmu jadi alasan
untuk mundur dari kompetisi
Jangan pernah ingin mengalah
bila hanya kamuflase untuk bersembunyi
dari kelemahan jiwamu
Bumi ini gelora api yang berkobar
dan debu yang berserak
mendekatlah pada api spirit
nyalakan hati yang lemah
Penuhilah kalbumu dengan kemarahan
marah karena malas
marah karena tak pernah dewasa
marah karena lemah hati
marah karena tidak marah
melihat kemajuan
sedang kita selalu dalam kemunduran
Menjauhlah dari debu yang berserak
krena debu tak pernah ciptakan sejarah
karena debu adalah sampah
yang selalu diinjak-injak waktu
Tawadhulah di saat kemenangan
karena saat itu
kau bagai sedang berdiri
di antara gunung dan ngarai
terus naik ke puncak berikutnya
atau meluncur ke ngarai yang terjal
Menangislah di saat kalah
karena air matamu akan jadi saksi
bahwa dirimu tak menghendaki kekalahan itu
bahwa dirimu tak ingin jadi serpihan arang
bahwa dirimu juga memimpikan gelora api kemenangan
bahwa dirimu ingin sekali ‘bertobat’
bertobat untuk tidak lagi berkubang
dalam lumpur kemalasan
dalam genangan perilaku tiada guna
dalam lilitan kelemahan jiwa
Pemuda itu cahaya
dan api yang menyala
yang dapat menerangi kegelapan
asa dan harapan
Pemuda itu pelopor
pembawa obor masa depan
penggerak nurani tua yang gersang
Pemuda itu Enerjik
dinamis
gelisah
selalu bergeliat
tak sabar akan waktu yang lambat
marah pada kondisi stagnan
yang tak berubah
karena perubahan bukti harapan
karena kemajuan tanda kedinamisan
karena kediaman adalah kematian
walau jasad bergerak
walau jantung berdegup
tapi jiwamu mati
dan liang kuburmu
adalah dirimu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar